Selasa, 27 November 2007

Remaja dan Napza


Peredaran narkotika di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Berdasarkan data Badan Koordinasi Narkotika Nasional tahun 2000, ada sekitar 3,5 juta orang penyalahguna narkotika di Indonesia. Diindikasikan, besarnya jumlah ini disebabkan Indonesia – terutama di beberapa kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar – menjadi daerah tujuan pasar narkotika internasional, dan bukan lagi “sekedar” menjadi tempat transit.
Mengkhawatirkannya, target utama pasar narkotika ini adalah para remaja. Misalnya di Jakarta saja, pada tahun 2000 ditenggarai ada lebih dari 166 SMTP dan 172 SLTA yang menjadi pusat peredaran narkotika dengan lebih dari 2000 siswa terlibat di dalamnya. Angka inipun masih akan lebih besar, karena fenomena ini seperti gunung es, yaitu yang tampak hanya permukaannya saja dan sebagian besar yang lain belum terlihat. Diperkirakan setiap 1 penyalahguna narkotika yang dapat diidentifikasi, ada 10 orang lainnya yang belum ketahuan.
Dari data singkat mengenai peredaran narkotika di Indonesia dan Jakarta ini, terlihat betapa mengkhawatirkannya ancaman narkotika bagi generasi muda Indonesia (lihat akibat NAPZA). Apalagi kalau melihat akibat-akibat yang ditimbulkannya. Padahal, narkotika hanyalah satu dari beberapa zat berbahaya bila disalahgunakan, di samping alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
Sudah banyak usaha yang dilakukan dalam menangani fenomena ini. Dari segi pencegahan, pihak-pihak yang berwenang sudah melakukan berbagai tindakan untuk menangkal masuknya zat-zat terlarang itu ke Indonesia. Namun, terlepas dari hasil tindakan para aparat itu, keluarga sendiri dapat menciptakan kondisi di mana NAPZA sulit untuk masuk. Sedangkan, bagi yang sudah terlanjur, ada banyak alternatif penanganan untuk pemulihan, baik dari segi medis, psikologis maupun spiritual. Tapi yang paling penting buat remaja sendiri dan orang tua yang anaknya belum terlibat, JANGAN menganggap bahwa hal ini tidak akan mengenai saya atau keluarga saya. Hindari mitos “Ah, itu kan terjadi di keluarga lain saja, saya dan keluarga saya tidak mungkin”. Pencegahan selalu lebih baik.

Tidak ada komentar: